Kuas Cahaya
Tersebutlah
kisah dari desa Zalipie, Sebuah desa kecil di negara Polandia yang terlihat
sangat menawan, kecil dan indah. Hampir setiap rumah, berhiaskan sebuah lukisan yang sungguh
menawan hati. Didesa tersebut, tinggal
seorang anak laki-laki 10 tahun bernama Zaidan. Ia tinggal bersama
ibu dan adik perempuannya, Zaira. Ibunya adalah seorang guru Fisika, sedangkan Ayahnya adalah seorang pelukis hebat yang sudah meninggal
dunia ketika Zaidan masih berusia 6 tahun, dan Zaira 4 tahun.
Zaidan,
adalah anak yang sangat senang melukis, Ia selalu melukis dengan Kuas Biru muda
berukir lengkungan hitam di tengah, yang dibelikan ayah dihari ulang tahun
pertamanya. Namun sayangnya, sang adik,
sama sekali tidak suka melukis. Hal ini dikarenakan kulit Zaira yang sangat
sensitif dengan cat warna. Sedkit saja
ia terkena cat warna, kulitnya akan muncul bintik merah yang memberi rasa gatal
dan panas luar biasa.
Sebenarnya
zaira pun dulu sangat senang melukis. Namun, hal itu berubah menjadi ketakutan
luar biasa pada semua hal yang berhubungan dengan lukis melukis ketika tak
sengaja kulitnya terkena cat air ketika hendak menuangkannya ke palet. Kulit
Zaira memerah, dan cepat sekali menyebar ke bagian kulit disekitarnya. Zaira
pun dibawa ke rumah sakit dan dirawat selama seminggu. Hal itu membawa trauma
mendalam baginya, hingga ia sangat
membenci seni lukis. Ibunda zaira begitu sedih, melihat anak perempuannya sangat
membenci seni lukis. Sudah berbagai cara dilakukan agar Zaira mau kembali
melukis. Namun selalu saja gagal.
Pada
suatu hari, ada sebuah pesta rakyat di Desa Zalippie. Zaidan dan Zaira sangat
senang menyambut acara tersebut. Namun, ada yang berbeda di Pesta Rakyat tahun itu yang mengusung tema
“Kuas Cahaya”. Setiap permainan yang
ada, boleh dimainkan secara gratis oleh setiap anak, namun harus dibayar dengan
satu lukisan yang berhubungan dengan cahaya, seperti pelangi, bunga matahari,
dan lain sebagainya.
Ibu
Zaira sangat bahagia mendengar hal tersebut. Ia berharap, semoga acara ini bisa
membuat Zaira kembali mau melukis. Hari pertama Pesta Rakyat, terlihat banyak
sekali pengunjung. Zaidan mendaftar untuk naik kereta gantung. Panitia
memberikannya kertas gambar. Namun, tiba
tiba ia teringat sesuatu. “aduh, kuas
biruku lupa kubawa” kata Zaidan Cemas . Tampak raut cemas diwajah Zaira.
“kenapa dik?” Tanya zaidan. Zaidan bingung melihat kelakuan adiknya yang agak
aneh. “yuk ikut pulang, kakak mau ambil kuas kakak” .
Tak
berapa lama kemudian, mereka sampai dirumah. Zaidan langsung masuk ke kamar dan
mencari kuasnya. Tiba tiba, terdengar teriakan Zaidan dari dalam kamar.
“Ibuuuuuu…….” . ia berlalri keluar kamar sambil menangis. “ada apa nak??” Tanya
ibunya bingung. “Ibu… kuas biru ku Patah bu….”. Jawabnya sambil terus terisak.
Zaira tampak menangis. Zaidan yang masih emosi, langsung menerka, bahwa
adiknyalah yang telah mematahkan kuasnya. “Zairaa… kamu kan yang mematahkan
kuas kakak?. Kenapa kamu lakukan ini Zaira, kamu kan tau itu kuas kesayangan
kakak.” Zaidan mulai menghakimi Zaira tanpa pernah bertanya apa yang
sesungguhnya terjadi. Ia terlihat sangat marah pada adiknya. “Zaidan, kamu
tidak boleh berkata kasar begitu kepada adik.” Pinta sang ibu. Zaira terlihat masih terisak. “Aku yakin,
Zaira sengaja bu, supaya aku tidak bisa bermain di Pesta Rakyat, Ia kan Zairaa?” Tanya zaidan masih dengan
emosi yang menggebu.
Ibu
pun kembali menenangkan suasana. “Zaira sayang, benarkah yang dikatakan kakakmu
nak?” Tanya ibu lembut pada Zaira. “Be.. benarr.. bu” jawabnya. “tuh kan…..
kenapa Zairaa??” jawab Zaidan semakin keras. “Zaira memang tidak suka melukis
kak. Tapi Zaira tidak pernah ingin sengaja merusak kuas kakak. Zaira tidak
sengaja. Kemarin, sewaktu kakak menginap dua hari di sekolah, Arzuni datang meminjam kuas cat
pada Zaira. Dia ada tugas melukis. Ayahnya belum sempat membelikan kuas baru.
Zaira malu jika ia tau aku tidak suka melukis dan tidak punya kuas lukis.
Akhirnya, Zaira meminjamkan kuas kakak pada nya. Zaira tidak menemukan kuas
kakak yang lain. Zaira hanya menemukan kuas biru kakak. Zairapun meminjamkannya
pada Arzuni”.
“Tak
lama kemudian, dia datang mengembalikan kuas itu. Namun, kuasnya sangat kotor.
Aku marah padanya, kenapa dia tidak bertanggungjawab menjaga kuas kakak. Diapun
menjawab, bahwa dia tidak sempat membersikan, butuh waktu lama membersihkannya
karena harus direndam di dalam air agar cat yang melekat bisa mudah
dibersihkan, sedangkan ia harus segera pergi menjenguk neneknya yang sakit.
Akhirnya, Zaira dengan hati hati memegang kuas itu, lalu merendamnya di gelas
berisi air. setelah bebarapa jam, Zaira kaget melihat kuas itu patah…”
“Boleh
ibu lihat?” Tanya ibu. “boleh bu”, Jawab Zaira. Ibu pun berjalan ke kamar mereka.
Setelah melihat kuas yang masih terendam
di dalam gelas berisi air, ibu langsung tertawa geli. Zaira dan Zaidan saling
berpandangan bingung. “Zaidan, coba kamu ambil kuas itu dari dalam gelas” pinta
ibu sambil tersenyum. Zaidanpun menuruti permintaan ibunya. Dan diapun tertawa
bahagia melihat kuas itu ternyata masih baik baik saja, walau masih ada banyak
cat menempel di kuas itu. “Kuasnya tidak patah ternyata bu.” Zaidan bingung namun dia tertawa. begitu juga
dengan Zaira.
“Ibu
bisa sulap kah?” Tanya Zaira. “Ia bu, bagaimana ibu melakukan ini??” Tanya
Zaidan penasaran. “Hmmm… bagaimana ya…“ ibu mencoba menggoda kedua anaknya yang
penasaran. “ayo bu, sekarang jelaskan bu…” pinta Zaira dan Zaidan. “Baiklah,
Anak anak ku tersayang, Ibu bukan
pesulap. Ibu tidak bisa sama sekali membuat kuas patah bisa tersambung kembali.
Namun ibu bisa pastikan bahwa kuas ini sebenarnya memang tidak patah.” Jawab
ibu sambil tersenyum. “Apa??” Zaira dan zaidan terbelalak mendengar perkataaan
sang ibu. “ Iya, kuas ini memang sebenarnya tidak patah. Ini hanyalah sebuah
ilusi cahaya” jawab sang ibu. “Ilusi Cahaya??” jawab mereka berbarengan.
“Saat
cahaya merambat dalam udara, air, atau
kaca, ia akan menempuh lintasan lurus. tetapi, bila ia melalui batas media yang
berbeda, maka jalannya akan berbelok. Kuas kakak Zaidan yang dicelupkan
sebagian dalam air, akan terlihat patah, dikarenakan jalannya cahaya dari
bagian kuas yang berada di atas permukaan air dan dari bagian yang tercelup
dalam air menempuh lintasan yang tidak sama. Cahaya dari bagian kuas yang
berada di atas permukaan air menempuh lintasan lurus dari bagian kuas menuju mata,
sedangkan cahaya dari bagian kuas yang tercelup dalam air menempuh lintasan
yang telah dibelokkan karena melalui dua medium berbeda yaitu air dan udara,
dari bagian pensil menuju mata. Mata kita menerima cahaya yang masuk dan otak
kemudian mengolahnya. Otak mengintepretasikan cahaya yang masuk selalu menempuh
lintasan lurus, padahal untuk bagian kuas yang berada di dalam air, cahaya
telah dibiaskan. Dengan demikian akan muncul gambaran dalam otak kita bahwa
bagian kuas yang berada di atas permukaan air dan bagian yang tercelup tidak
berada di suatu garis lurus. Karena itulah kuas akan terlihat patah.”
Zaidan
Zaira terdiam mendengar penjelasan Ibu. “hmm.. sepertinya kalian belum
sepenuhnya faham dengan penjelaan ibu ya, ia, karena kalian belum cukup usia
untuk memahami hal ini anak anakku. Namun suatu hari nanti, kalian pasti akan
faham. Intinya, ini hanyalah sebuah sulap mata anak anakku…”jawab sang ibu sambil
tertawa mengakhiri ceritanya. Zaira dan Zaidanpun ikut tertawa bersama sang
ibu.
“Anak
anakku, peristiwa ini ternyata tanpa kalian sadari, membawa banyak pelajaran
berharga untuk kalian. Dengarkan ibu ya, Jangan pernah benci kepada sesuatu secara
berlebihan. Karena itu malah akan membawa masalah untuk kita sendiri disuatu
hari nanti. Jangan juga meminjamkan barang yang bukan milik kita kepada orang
lain. Selain itu, jangan pernah menuduh siapapun, tanpa terlebih dahulu meminta
penjelasan atau mendapatkan bukti yang jelas bahwa orang tersebut memang
bersalah. Dan yang terpenting adalah, Sikap suka meminta maaf, dan sikap saling
memaafkan”. Zaira dan zaidan pun berjanji untuk lebih saling sayang menyayangi,
saling menjaga, dan saling membantu satu dengan lainnya. Dan yang lebih
membahagiakan adalah bahwa peristiwa tersebut, mampu menggetarkan hati Zaira,
untuk mau mencoba melukis kembali, walau tanpa cat air yang membuat alerginya
kambuh tentunya. Keluarga itu pun
semakin menampakkan kebahagiaan dan keharmonisan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar