Sejarah Metode
Montessori
Montessori
adalah nama seorang perempuan di Italia, Maria Montessori yang lahir pada 31 Agustus 1870. Ia adalah dokter
perempuan pertama di Italia pada saat itu. Maria Montessori bekerja di sebuah
rumah sakit anak-anak berkebutuhan khusus. Tak berapa lama, ia diminta
pemerintah untuk menangani anak-anak di sebuah wilayah sekitar area pabrik.
Maria pun kemudian mendirikan Cassa de
Bambini (Rumah Anak-Anak). Di Cassa
de Bambini inilah Metode Montessori ini lahir dan akhirnya berkembang. Hal
ini berdasarkan hasil observasi Maria Montessori terhadap kebutuhan dan
perilaku anak-anak di Cassa de Bambini.
Pengalaman dan observasinya tersebut menjadi cikal bakal filosofi Metode
Montessori. Hinga akhirnya, sejak tahun 1909 Maria Montessori mulai aktif
menyebarluaskan metode ini ke berbagai penjuru dunia. Atas usahanya tersebut,
pada tahun 1950, ia dinominasikan sebagai penerima Nobel Perdamaian.
Maria montessori
wafat di Belanda, pada 6 Mei 1952 pada umur 81 tahun.
Filosofi Montessori
1. Anak bukan Kertas Kosong
Maria Montessori
meyakini bahwasanya sejak lahir anak-anak bukanlah kertas kosong yang menunggu
untuk ‘ditulisi’. Mereka memiliki sifat, minat, bakat, dan kecenderungan
tersendiri. Mereka terlahir dengan potensi yang siap untuk dikembangkan.
Sehingga peran orangtua dalam hal ini ialah membantu memaksimalkan dan
menumbuhkembangkan potensi yang ada.
2. Absorbent Mind
Maria Montessori
percaya bahwa enam tahun pertama usia anak merupakan pondasi awal yang kelak
akan berpengaruh pada kehidupan selanjutnya. Ia menyatakan pada usia 0-6 tahun
ini merupakan masa Absorbent Mind (penyerapan
pikiran), yaitu masa saat anak-anak berproses mencerna dan mendapatkan
pengetahuan dari lingkungan di sekitarnya. Ia membaginya menjadi dua periode,
yaitu:
* tahap tidak
sadar/Unconscious Mind (0-3 tahun)
* tahap
sadar/Conscious Mind (3-6 tahun)
3. Periode Sensitif
Maria Montessori
melihat bahwasanya para periode tertentu anak-anak menunjukkan ketertarikan
terhadap sesuatu dan ingin melakukan hal tersebut berulang-ulang. Hal ini
dinamakan dengan periode sensitif. Secara garis besar, ia membagi periode
sensitif ini sebagai berikut:
• Sensitivitas terhadap keteraturan
(0-3 thn)
• Sensitivitas belajar melalui panca
indra (0-6 thn)
• Sensitivitas terhadap benda-benda kecil
(1-2 thn)
• Sensitivitas terhadap kaki (1-4
thn)
• Sensitivitas terhadap bahasa (0-6
thn)
• Sensitivitas terhadap aspek
sosial (2-6 thn)
4. Follow
The Child
Yang dimaksud
dengan follow the child ialah
mengikuti kemauan dan ketertarikan anak pada saat tertentu untuk kemudian
dikembangkan hal-hal yang berkaitan dengan ketertarikan anak tersebut.
Misalnya, anak sedang menunjukkan ketertarikan kepada tata surya, maka orang
tua bisa menyiapkan tematik pembelajaran mengenai tata surya. Follow the Child
bukan berarti mengikuti semua keinginan anak.
5. Prepared
Environment
Prepared Environment ialah lingkungan
yang disiapkan oleh orang dewasa agar anak dapat mengeksplorasi lingkungannya
dengan bebas, aman, dan nyaman. Misalnya, menyediakan rak yang sesuai dengan
ketinggian anak agar ia mudah mengambil barang tertentu. Menyediakan
perlengkapan yang sesuai dengan ukuran anak (sendok, gelas, piring, dll).
Prepared
Environment ini membantu anak dalam:
• Memberi kesempatan kepada anak
untuk mandiri.
• Membantu anak bertanggung jawab
terhadap pendidikannya.
• Membantu anak berkembang tanpa
bantuan konstan dari orang dewasa.
Kegiatan Metode Montessori
Maria Montessori
membagi lima area dalam pembelajaran Metode Montessori, yaitu: area Practical
Life, Sensorial, Bahasa, Matematika, dan Budaya.
1. Practical
Life
Area ini
mempelajari keterampilan hidup praktis
yang dapat melatih anak dalam mengerjakan kegiatan kehidupan sehari-hari.
Kegiatan-kegiatan tersebut di antaranya: menyendok, menuang kering, menuang
air, menjepit, melipat, meronce, dll. Hampir seluruh kegiatan dalam area ini
dapat mengembangkan rentang konsentrasi anak agar semakin panjang.
2. Sensorial
(Panca Indra)
Area ini dapat menstimulasi kepekaan panca indra anak.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa awal kehidupannya, anak belajar
menggunakan seluruh indranya. Dengan indra-indra yang terstimulasi tersebut,
anak-anak akan lebih mudah belajar dan memahami banyak hal. Kegiatan-kegiatan
di area ini antara lain: meraba tekstur, mengenal dan membedakan bentuk,
mengenal konsep panjang-pendek, tinggi-rendah, berat-ringan, kasar-halus, dll.
3. Bahasa
Area ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dan meningkatkan perbendaharaan kosa kata anak. Pembelajaran
bahasa ini menggunakan tahapan konkret-abstrak sehingga memudahkan anak dalam
memahami tulisan yang ia baca. Dalam area ini anak akan belajar membaca mulai
dari mengenal phonic hingga membaca
buku sederhana. Semua tahapan pembelajaran dalam area ini sangat terstruktur.
Contoh kegiatannya ialah: mengenal huruf melalui sand paper letter,
mengembangkan kontrol menulis dan fleksibilitas gerakan melalui metal inset,
dll.
4. Matematika
Area ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir abstrak. Pembelajaran dalam matematika menggunakan tahapan
konkret-abstrak sehingga memudahkan anak dalam memahami konsep yang abstrak
untuknya. Contoh kegiatan dalam area ini ialah: mengenal panjang-pendek dan
kuantitas melalui long rods, mengenal angka dari kuantitas melalui sand paper
number, mengenal konsep ganjil-genap melalui card and counter, dll.
5. Budaya
Pada area ini
anak-anak mempelajari dunia tumbuhan, binatang, sejarah, serta geografi.
Kegiatan-kegiatan dalam area ini dapat mengembangkan kemampuan anak berpikir
kritis dalam menyelesaikan masalah serta membantu anak untuk memahami perannya
di dalam kehidupan. Anak-anak diharapkan dapat tumbuh kontribusinya untuk alam.
Contoh kegiatan di area ini adalah: mengenal binatang, mengenal tumbuhan,
mengenal pulau-danau-selat, dll, mengenal waktu, mengenal negara-negara, dll.
Seluruh kegiatan
dan material Montessori tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab
kesemuanya saling berkaitan. Semuanya merupakan satu kesatuan yang saling
mendukung.
Waktu dan Tempat Mengaplikasikan Metode
Montessori
Metode
Montessori ini dapat diterapkan sejak anak lahir hingga anak masa usia sekolah
dasar (meski ada juga yang menerapkannya hingga jenjang pendidikan menengah).
Metode Montessori ini tidak hanya dapat dilakukan di sekolah, namun orangtua
pun dapat mengaplikasikannya di rumah. Dalam pengaplikasiannya di rumah, ada
baiknya jika orangtua benar-benar memahami filosofi-filosofinya dahulu hingga
kemudian dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan menyesuaikan
dengan perkembangan anak.
PHONIC
Julia Sarah
Rangkuti
Phonic atau
fonik adalah salah satu dasar keterampilan pramembaca dengan melafalkan bunyi dari huruf sesuai
dengan fonetiknya. Dengan mengenal fonik anak mendapat pemahaman bahwa
tiap huruf memiliki bunyi yang berbeda.
Dalam
pembelajaran fonik anak bukan diajarkan dengan pelafalan a, be, ce, de, e, ef,
ge, dst. Namun, yang diajarkan adalah bunyi dari artikulasi yang keluar saat
pengucapan huruf tersebut, yaitu: [a], [beh], [ceh], [deh], dst
Beberapa
kelebihan mengenalkan fonik dalam kegiatan pramembaca anak adalah:
-Anak mampu
mengenal bunyi satuan terkecil.
-Anak bukan
hanya menghafal kata, namun mampu membedakan setiap unit huruf yang menyusun
sebuah kata.
-Anak mampu
menghubungkan bunyi dengan simbol.
-Anak mampu
mengenal bentuk huruf dan bunyi huruf dengan baik dan benar.
disadur dari tulisan "Julia Sarah
Rangkuti"


