Menjadi
ibu, sesuatu yang tidak pernah bisa terbayangkan oleh perempuan manapun di muka
bumi ini. Bagaimana mungkin sesosok
makhluk kecil, ada di dalam rahim yang tadinya hanya sebesar telur ayam saja.
Bagimana mungkin rahim yang sekecil itu mampu membesar berkali-kali lipat tanpa
robek ataupun koyak sedikitpun. Sungguh luar biasa. Mungkin, menjadi ibu adalah
satu-satunya keajaiban yang bisa terjadi di dalam kehidupan manusia, yang
sejatinya akan dirasakan oleh seluruh wanita di dunia ini.
Proses terjadinya pembuahan awal,
saja itupun sudah merupakan sebuah keajaiban yang luar biasa. Bagaimana tidak,
sekitar 40 juta sperma yang masuk, akan melakukan pertarungan yang cukup berat
untuk bisa sampai dan bertemu dengan sel telur. Hanya satu saja yang terkuat,
yang terhebat, yang tersehat, yang memiliki kualitas terbaik saja, yang akan
diterima oleh Sel telur wanita. Setelah berhasil membuahi sel telur, proses
ajaib yang lain pun terjadi. Embrio kecil yang melekat kuat di dinding rahim,
lambat laun akan berubah menjadi makhluk sempurna. Sungguh proses yang menakjubkan. Bagaimana hebatnya
Sang Maha Pencipta mampu mengukir setiap jengkal tubuh anak anak kita dengan
sangat baik. Ia lukis dan ukir lekuk tubuh, mata mata indah, jadi jari lentik anak anak kita, beserta seluruh fungsi
menakjubkan di dalam tubuh anak anak kita. Ia ciptakan 5 panca indra yang
sempurna, kecerdasan yang sempurna, juga pribadi yang istimewa.
QS. At-Tin [95] : 4
لَقَدْ
خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Betapa bahagia seorang wanita yang
akan menjadi ibu, karena di dalam rahimnya telah ada makhluk kecil istimewa
penuh keajaiban, yang telah dicipta sebaik baiknya wujud oleh Sang Maha
Pencipta, yang telah dinanti nanti kehadirannya jauh sebelum kehadirannya. Dan
kelahirannya pun pasti akan disambut dengan kasih dan sayang yang sempurna.
Begitu pula saya. Saya pun dulu
merasakan. Betapa saya takjub dan tidak percaya, ketika dokter mengatakan saya
positif hamil. Saya sentuh perut saya. “benarkah kau ada di dalam sini anakku?”
. setiap kali saya beraktifitas, saya sentuh perut saya. “kau masih sehat dan
baik baik saja kan anakku” . setiap kali saya naik kereta yang penuh sesak
untuk berangkat bekerja, yang dulu di tahun 2011 belum tersedia kereta khusus
wanita, sehingga laki-laki dan wanita berdempet dempetan penuh sesak tanpa ada
batas sama sekali (Ya Allah, semoga Kau maklumi kondisi ini. Pria wanita bukan
muhrim berdempet dempet tanpa ada pembatas sama sekali…) belum ada kursi
prioritas untuk ibu hamil, bahkan masih
ada kereta ekonomi tapa AC dan tanpa pintu, saya pegang dan tak pernah saya
lepaskan pegangan di perut, sambal terus berdoa “Ya Allah jagalah anakku
ini”. Ia, kereta itu tanpa pintu sama
sekali. Dan saya pun sering berdiri tepat di depan gerbang masuk kereta yang
tyada berpintu itu, dalam kondisi hamil muda.
Trimester kedua kehamilan pertama
saya, saya resign dari pekerjaan
saya, karena suami mutasi ke luar pulau Jawa. Lahirlah anak pertama saya di
Pulau Dewata Bali, tanggal 1 Februari 2012, tepat di Hari Raya Galungan. Di
tolong oleh dokter spesialis kandungan yang sangat agamis. Yang selalu
menyertakan doa-doa sebelum melakukan tindakan pemeriksaan. Bahkan saya sempat
mendengar ia melantunkan adzan ketika bayi saya lahir.
Persalinan yang panjang. Proses
sulit pertama yang harus saya alami. Betapa saya sulit mengejan. Berkali-kali
sang dokter mengatakan proses mengejan saya salah. Diiringi sakit yang sungguh
luar biasa karena proses induksi, saya terus berusaha mengejan. Alhamdulillah
ketika adzan maghrib, putra pertama saya lahir. Tangisnya kencang. dan rasa
sakit pun secara ajaib menghilang tanpa jejak. Bahkan proses pasca persalinan
yang juga cukup mengerikan pun tak terasa lagi sakitnya, karena kalah dengan kebahagiaan
berjumpa dengan anak tersayang. Yah, itu anakku. Sungguh-sungguh anakku.
Anak pertamaku tumbuh sempurna. Pertumbuhannya
termasuk cepat, walau sempat terlambat bicara, namun sekali ia bicara, kata
kata yang tercipta langsung banyak dan jelas. Ia telah lancar berjalan
diusianya yang baru 1 tahun. Tingkah polahnya banyak. Makannya pun banyak. Sungguh anak yang menggemaskan.
Satu
setengah tahun setelah kelahirannya, Allah amanahkan kembali kehamilan untukku.
Kehamilan kedua ini sungguh dramatis. Tak jauh berbeda dengan kehamilan pertama
yang butuh induksi, persalina kedua pun sama. Namun jauh lebih dramatis. Mulai
dari plasenta previa di trimester
kedua, dimana tali pusar bayi menutupi jalan lahir, bayi yang sungsang, sampai
hipertensi yang sungguh mengkhawatirkan. Dugaan preklampsiapun muncul dan dokterpun menyarankan agar persalinan
dilakukan sesegera mungkin. Dua hari saya menjalani induksi. Tiga kali dokter
memasukkan obat per vagina, namun, ternyata obat tersebut tidak mampu membuat
bukaan saya maju. Saya pun didiagnosis gagal induksi, dan harus operasi.
Kata kata operasi sungguh mengerikan
bagi saya pribadi. Bagimana tidak, dulu, saya pernah ambil tema skripsi tentang
operasi Caesar, saya tau betapa banyak kerugian yang didapat, jika seorang ibu
melahirkan dengan operasi, walau sesungguhnya tekhnologi kedokteran sekarang
sudah sangat maju untuk operasi persalinan. Namun ketakutan itu tetap tidak mau
pergi. Walau saya sudah diminta untuk puasa dari siang untuk persiapan operasi,
saya tetap tidak mau operasi. Ketika dokter Fernandi Mughni, Spog (K) datang
menjenguk, saya katakan kepada beliau saya tidak mau operasi. Alhamdulillah
beliau malah menyetujui keputusan saya, dan setia memantau bukaan saya setiap
jam.
Alhamdulilah, bukaan pun terus maju
dan maju. Dan dokterpun mengatakan bahwa saya bisa lahiran normal. Ketuban yang
dipecahkan secara sengaja, menambah sakit yang sungguh luar biasa. Saat bukaan telah sempurna, mulailah proses
mengejan. Proses ini terasa sulit karena saya sudah tidak punya tenaga sama
sekali, akibat puasa untuk persiapan
operasi ,juga tenaga yang terkuras habis saat menahan sakit yang luar biasa. Alhamdulillah
putri cantik pun lahir. Bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ia
sehat tanpa ada kurang suatu apapun.
Itulah Sekilas cerita perjuangan
saya melahirkan anak-anak sholeh dan
sholehah. Anak anak yang selalu ada disetiap
doa-doa. Anak anak yang selalu ada di dalam ingatan, dimanapun saya berada.
Karena mereka adalah cinta. Cinta ada ketika kita selalu ingat dan selalu ingin
bersama mereka, selalu ingin memberikan yang terbaik, dan selalu cemas karena
takut kehilangan. Mereka adalah cinta yang menguatkan. Cinta yang mampu
menghadirkan senyum walau kadang tingkah polah mereka mengundang kerut di dahi.
Beberapa bulan lalu, saya kembali
bekerja. Rasa sedih, cemas, senang, takut, bercampur jadi satu. Karena semenjak
mereka lahir hingga saat ini, saya tidak pernah sedetikpun meninggalkan mereka.
Mereka selalu ada di dekat saya, dan tak pernah lepas dari pengawasan saya.
Ketika kaki ini melangkah pergi keluar mencari nafkah, ada rasa yang sulit
diceritakan. Ada rasa yang aneh. Namun saya yakin dan percaya, pekerjaan saya
adalah rezeki dari Allah. Dan saya yakin mereka akan aman dalam penjagaan Allah
walau saya jauh dari mereka.
Hari libur adalah hari yang paling
saya tunggu-tunggu. Karena dihari itu, saya bisa seharian bersama anak-anak.
Saya bisa seharian bermain bersama mereka, mengajarkan mereka banyak hal.
Ketika saya sibuk menjahit di sela sela kebersamaan dihari libur bersama
mereka, saya buat mereka tetap bisa bermain bersama saya. Saya berikan mereka
jarum, dan benang, juga kancing dan mote mote. Saya ajarkan mereka meronce
dengan jarum. Alhamdulillah mereka senang dan menikmati. Pastinya mereka akan
membuat ruangan berantakan bagaikan kapal pecah. Jadi saya usahakan agar
kegiatan itu terjadi di suatu ruangan. Ruangan menjahit. Sehingga, ketika semua
telah merasa bosan dan jenuh, saya hanya tinggal menutup pintu dan menguncinya.
Dan menunggu mereka tidur, baru akan dibereskan.
Terkadang saya mengajak mereka pergi
ke toko buku. Menambah koleksi buku-buku mereka. Anak saya yang pertama,
usianya baru mau menginjak 6 tahun. Tetapi setiap kali ke toko buku, ia selalu
minta buku yang sebenarnya untuk anak yang lebih dewasa. Awalnya ia sangat suka
dengan semua yang berbau kereta api. Lalu ia mulai suka mesin, otomotif, dan
ensiklopedia. Dia sama sekali tidak pernah tertarik dengan buku-buku cerita
yang umumnya disukai oleh anak anak seusianya. Namun bagi saya itu bukanlah
sebuah masalah. Selagi ia suka dan itu bukan sesuatu yang buruk, saya akan
mengizinkan dan mendukung. Jadilah rak rak buku penuh dengan buku-buku kereta
mesin dan ensiklopedia.
Anak saya yang kedua, sangat berbeda
dengan kakaknya. Proses tumbuh kembangnya yang agak terlambat, membuat saya
agak cemas. Ia mampu berjalan ketika usianya 2,5 tahun lebih, sedangkan kakanya
setahun sudah mampu berjalan. Usianya yang kini menginjak 3,5 tahun, masih
belum bisa berkata-kata runtut dan jelas. Namun sudah sedikit mampu mengucapkan
kalimat pendek. Namun saya yakin, dia pun cerdas seperti kakaknya. Saya yakin
bahwa proses pertumbuhannya yang agak ketinggalan, akan sempurna di waktu yang
tepat. Karena bagi saya, anak anak saya, bagaimanapun kondisinya, mereka adalah
bintang di hati saya. Mereka akan selalu menjadi juara di hati saya. Dan
iringan doa-doa saya pasti akan mampu membawa mereka menuju kesuksesan di
kemudian hari.
