Kamis, 04 Januari 2018

Miracle (Mereka Adalah Cinta)



Menjadi ibu, sesuatu yang tidak pernah bisa terbayangkan oleh perempuan manapun di muka bumi  ini. Bagaimana mungkin sesosok makhluk kecil, ada di dalam rahim yang tadinya hanya sebesar telur ayam saja. Bagimana mungkin rahim yang sekecil itu mampu membesar berkali-kali lipat tanpa robek ataupun koyak sedikitpun. Sungguh luar biasa. Mungkin, menjadi ibu adalah satu-satunya keajaiban yang bisa terjadi di dalam kehidupan manusia, yang sejatinya akan dirasakan oleh seluruh wanita di dunia ini. 
            Proses terjadinya pembuahan awal, saja itupun sudah merupakan sebuah keajaiban yang luar biasa. Bagaimana tidak, sekitar 40 juta sperma yang masuk, akan melakukan pertarungan yang cukup berat untuk bisa sampai dan bertemu dengan sel telur. Hanya satu saja yang terkuat, yang terhebat, yang tersehat, yang memiliki kualitas terbaik saja, yang akan diterima oleh Sel telur wanita. Setelah berhasil membuahi sel telur, proses ajaib yang lain pun terjadi. Embrio kecil yang melekat kuat di dinding rahim, lambat laun akan berubah menjadi makhluk sempurna.  Sungguh proses yang menakjubkan. Bagaimana hebatnya Sang Maha Pencipta mampu mengukir setiap jengkal tubuh anak anak kita dengan sangat baik. Ia lukis dan ukir lekuk tubuh, mata mata indah, jadi jari lentik  anak anak kita, beserta seluruh fungsi menakjubkan di dalam tubuh anak anak kita. Ia ciptakan 5 panca indra yang sempurna, kecerdasan yang sempurna, juga pribadi yang istimewa.
QS. At-Tin [95] : 4
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
            Betapa bahagia seorang wanita yang akan menjadi ibu, karena di dalam rahimnya telah ada makhluk kecil istimewa penuh keajaiban, yang telah dicipta sebaik baiknya wujud oleh Sang Maha Pencipta, yang telah dinanti nanti kehadirannya jauh sebelum kehadirannya. Dan kelahirannya pun pasti akan disambut dengan kasih dan sayang yang sempurna.
            Begitu pula saya. Saya pun dulu merasakan. Betapa saya takjub dan tidak percaya, ketika dokter mengatakan saya positif hamil. Saya sentuh perut saya. “benarkah kau ada di dalam sini anakku?” . setiap kali saya beraktifitas, saya sentuh perut saya. “kau masih sehat dan baik baik saja kan anakku” . setiap kali saya naik kereta yang penuh sesak untuk berangkat bekerja, yang dulu di tahun 2011 belum tersedia kereta khusus wanita, sehingga laki-laki dan wanita berdempet dempetan penuh sesak tanpa ada batas sama sekali (Ya Allah, semoga Kau maklumi kondisi ini. Pria wanita bukan muhrim berdempet dempet tanpa ada pembatas sama sekali…) belum ada kursi prioritas untuk ibu hamil,  bahkan masih ada kereta ekonomi tapa AC dan tanpa pintu, saya pegang dan tak pernah saya lepaskan pegangan di perut, sambal terus berdoa “Ya Allah jagalah anakku ini”.  Ia, kereta itu tanpa pintu sama sekali. Dan saya pun sering berdiri tepat di depan gerbang masuk kereta yang tyada berpintu itu, dalam kondisi hamil muda.
            Trimester kedua kehamilan pertama saya, saya resign dari pekerjaan saya, karena suami mutasi ke luar pulau Jawa. Lahirlah anak pertama saya di Pulau Dewata Bali, tanggal 1 Februari 2012, tepat di Hari Raya Galungan. Di tolong oleh dokter spesialis kandungan yang sangat agamis. Yang selalu menyertakan doa-doa sebelum melakukan tindakan pemeriksaan. Bahkan saya sempat mendengar ia melantunkan adzan ketika bayi saya lahir.
            Persalinan yang panjang. Proses sulit pertama yang harus saya alami. Betapa saya sulit mengejan. Berkali-kali sang dokter mengatakan proses mengejan saya salah. Diiringi sakit yang sungguh luar biasa karena proses induksi, saya terus berusaha mengejan. Alhamdulillah ketika adzan maghrib, putra pertama saya lahir. Tangisnya kencang. dan rasa sakit pun secara ajaib menghilang tanpa jejak. Bahkan proses pasca persalinan yang juga cukup mengerikan pun tak terasa lagi sakitnya, karena kalah dengan kebahagiaan berjumpa dengan anak tersayang. Yah, itu anakku. Sungguh-sungguh anakku.
            Anak pertamaku tumbuh sempurna. Pertumbuhannya termasuk cepat, walau sempat terlambat bicara, namun sekali ia bicara, kata kata yang tercipta langsung banyak dan jelas. Ia telah lancar berjalan diusianya yang baru 1 tahun. Tingkah polahnya banyak. Makannya pun  banyak. Sungguh anak yang menggemaskan.
Satu setengah tahun setelah kelahirannya, Allah amanahkan kembali kehamilan untukku. Kehamilan kedua ini sungguh dramatis. Tak jauh berbeda dengan kehamilan pertama yang butuh induksi, persalina kedua pun sama. Namun jauh lebih dramatis. Mulai dari plasenta previa di trimester kedua, dimana tali pusar bayi menutupi jalan lahir, bayi yang sungsang, sampai hipertensi yang sungguh mengkhawatirkan. Dugaan preklampsiapun muncul dan dokterpun menyarankan agar persalinan dilakukan sesegera mungkin. Dua hari saya menjalani induksi. Tiga kali dokter memasukkan obat per vagina, namun, ternyata obat tersebut tidak mampu membuat bukaan saya maju. Saya pun didiagnosis gagal induksi, dan harus operasi.
            Kata kata operasi sungguh mengerikan bagi saya pribadi. Bagimana tidak, dulu, saya pernah ambil tema skripsi tentang operasi Caesar, saya tau betapa banyak kerugian yang didapat, jika seorang ibu melahirkan dengan operasi, walau sesungguhnya tekhnologi kedokteran sekarang sudah sangat maju untuk operasi persalinan. Namun ketakutan itu tetap tidak mau pergi. Walau saya sudah diminta untuk puasa dari siang untuk persiapan operasi, saya tetap tidak mau operasi. Ketika dokter Fernandi Mughni, Spog (K) datang menjenguk, saya katakan kepada beliau saya tidak mau operasi. Alhamdulillah beliau malah menyetujui keputusan saya, dan setia memantau bukaan saya setiap jam.
            Alhamdulilah, bukaan pun terus maju dan maju. Dan dokterpun mengatakan bahwa saya bisa lahiran normal. Ketuban yang dipecahkan secara sengaja, menambah sakit yang sungguh luar biasa.  Saat bukaan telah sempurna, mulailah proses mengejan. Proses ini terasa sulit karena saya sudah tidak punya tenaga sama sekali, akibat  puasa untuk persiapan operasi ,juga tenaga yang terkuras habis saat menahan sakit yang luar biasa. Alhamdulillah putri cantik pun lahir. Bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ia sehat tanpa ada kurang suatu apapun.
            Itulah Sekilas cerita perjuangan saya melahirkan anak-anak  sholeh dan sholehah.  Anak anak yang selalu ada disetiap doa-doa. Anak anak yang selalu ada di dalam ingatan, dimanapun saya berada. Karena mereka adalah cinta. Cinta ada ketika kita selalu ingat dan selalu ingin bersama mereka, selalu ingin memberikan yang terbaik, dan selalu cemas karena takut kehilangan. Mereka adalah cinta yang menguatkan. Cinta yang mampu menghadirkan senyum walau kadang tingkah polah mereka mengundang kerut di dahi.
            Beberapa bulan lalu, saya kembali bekerja. Rasa sedih, cemas, senang, takut, bercampur jadi satu. Karena semenjak mereka lahir hingga saat ini, saya tidak pernah sedetikpun meninggalkan mereka. Mereka selalu ada di dekat saya, dan tak pernah lepas dari pengawasan saya. Ketika kaki ini melangkah pergi keluar mencari nafkah, ada rasa yang sulit diceritakan. Ada rasa yang aneh. Namun saya yakin dan percaya, pekerjaan saya adalah rezeki dari Allah. Dan saya yakin mereka akan aman dalam penjagaan Allah walau saya jauh dari mereka.
            Hari libur adalah hari yang paling saya tunggu-tunggu. Karena dihari itu, saya bisa seharian bersama anak-anak. Saya bisa seharian bermain bersama mereka, mengajarkan mereka banyak hal. Ketika saya sibuk menjahit di sela sela kebersamaan dihari libur bersama mereka, saya buat mereka tetap bisa bermain bersama saya. Saya berikan mereka jarum, dan benang, juga kancing dan mote mote. Saya ajarkan mereka meronce dengan jarum. Alhamdulillah mereka senang dan menikmati. Pastinya mereka akan membuat ruangan berantakan bagaikan kapal pecah. Jadi saya usahakan agar kegiatan itu terjadi di suatu ruangan. Ruangan menjahit. Sehingga, ketika semua telah merasa bosan dan jenuh, saya hanya tinggal menutup pintu dan menguncinya. Dan menunggu mereka tidur, baru akan dibereskan.
            Terkadang saya mengajak mereka pergi ke toko buku. Menambah koleksi buku-buku mereka. Anak saya yang pertama, usianya baru mau menginjak 6 tahun. Tetapi setiap kali ke toko buku, ia selalu minta buku yang sebenarnya untuk anak yang lebih dewasa. Awalnya ia sangat suka dengan semua yang berbau kereta api. Lalu ia mulai suka mesin, otomotif, dan ensiklopedia. Dia sama sekali tidak pernah tertarik dengan buku-buku cerita yang umumnya disukai oleh anak anak seusianya. Namun bagi saya itu bukanlah sebuah masalah. Selagi ia suka dan itu bukan sesuatu yang buruk, saya akan mengizinkan dan mendukung. Jadilah rak rak buku penuh dengan buku-buku kereta mesin dan ensiklopedia. 
            Anak saya yang kedua, sangat berbeda dengan kakaknya. Proses tumbuh kembangnya yang agak terlambat, membuat saya agak cemas. Ia mampu berjalan ketika usianya 2,5 tahun lebih, sedangkan kakanya setahun sudah mampu berjalan. Usianya yang kini menginjak 3,5 tahun, masih belum bisa berkata-kata runtut dan jelas. Namun sudah sedikit mampu mengucapkan kalimat pendek. Namun saya yakin, dia pun cerdas seperti kakaknya. Saya yakin bahwa proses pertumbuhannya yang agak ketinggalan, akan sempurna di waktu yang tepat. Karena bagi saya, anak anak saya, bagaimanapun kondisinya, mereka adalah bintang di hati saya. Mereka akan selalu menjadi juara di hati saya. Dan iringan doa-doa saya pasti akan mampu membawa mereka menuju kesuksesan di kemudian hari.
           
             
http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/3098/manusia-diciptakan-sebaik-baik-ciptaan